"Menikah adalah kesunnahanku dan kesunnahan para Nabi sebelumku. Siapa yang mengaku ummatku, maka menikahlah."

Minggu, 30 Juni 2013

Walaupun menikah adalah masalah tanggungjawab kedua mempelai, namun, bagi kebanyaka orang Jawa, memilih tanggal baik menikah tidak baik disepelekan. Hingga kini pun, fenomena pemilihan hari baik masih jadi trend utama bagi mereka yang akan melangsungkan akad nikah. Tak di desa, tidak pula di kota. Akad nikah hanya sekali seumur hidup (bagi yang tidak berkehendak poligami). Di sana ada sakralitas, kenangan hidup dan sejarah pasangan yang paling diingat.  

Bahkan, banyak kok yang meyakini pemilihan hari baik akan menentukan nasib rumah tangga di kemudian hari. Utamanya soal rejeki, keturunan dan martabat suami-istri di masa depan.

Saya punya cerita menarik. Seorang perempuan bercerita dirinya pernah disukai oleh anak seorang ulama’ atau kyai desa setempat. Ia tahu kalau putra sang kyai itu (Gus) mencintainya. Namun ia tidak pernah mendengar langsung bahwa anak kyainya itu mencintai dan bermaksud menikah. Artinya, dia belum pernah ditembak nyatakan cinta oleh si Gus itu.

Beberapa bulan kemudian, seorang laki-laki datang ke orangtua perempuan perawan itu untuk menyatakan minat dan ketertarikannya mempersunting sang gadis. Karena anak sang kyai itu tidak ada kejelasan, hanya rumor-rumor yang berkembang yang sampai ke telinganya, maka, si gadis dengan tanpa beban menerima pinangan jejaka itu.

Kini, tinggal penentuan hari nikah. Si gadis datang sowan (silturrahim) ke kyai yang jadi guru di kampungnya itu untuk meminta pertimbangan, nasihat baik dan sekaligus meminta hari baik.

Pernikahan sudah dilakukan. Kini, si gadis dan jejeka itu jadi sepasang suami-istri. Tetapi, sejak saat itu, hidupnya seperti berubah total. Usaha orangtua si gadis bangkrut. Segala jenis usaha yang dilakuakn oleh suami, gagal terus sebelum mencapai puncak. Mereka baru memiliki rumah reot setelah anak pertamanya berusia belasan tahun.

Hingga memiliki menantu, mereka tidak punya papan tidur yang layak kecuali hanya sebuah kasur yang digunakan tidur tiga orang anaknya setiap hari. Beruntung sang menantu sabar mau tidur bersama istri, mertua, dan dua iparnya dalam satu kasur tipis, yang kala hujan, genteng rumah berserakan, air menggenangi sisi-sisi kasur, yang hanya bisa ditahan dengan plastik yang biasa digunakan bertani ke sawah, lalu tidur.

Karena kemiskinan yang menjerat, putra terakhir dari pasangan gadis dan jejaka itu meninggal sia-sia akibat penyakit yang tak mampu diobati. Tetangganya kala itu taka da yang mau berbaik hati memberikan pinjaman untuk berobat. Tiga hari panas tinggi, tak berhasil diobati. Si kecil tak kuat bertahan hingga menghembuskan nafas terakhir.

Jejaka itu, sekitar 10 tahun lalu, pernah meninggal semalam. Kata orang-orang, ia ditenung-santet oleh tetangga yang masih saudaranya sendiri. Padahal salama hidup ia tak pernah memiliki pengaruh, karir dan kekayaan melimpah yang layak dihasud-sirik orang lain. Si gadis yang sudah punya menantu mengetahui siapa yang melakukan perbuatan jahat atas suaminya tersebut.

Ia tidak ikhlash atas kekeprgian suaminya walau sudah enam tahun sakit terus-menerus tanpa diketahui gejala pastinya. Ia disantet karena salah sasaran, kata orang yang jahat itu kepada istrinya langsung, ketika sudah akan dikuburkan. Maafnya tidak diterima. Sang istri, gadis itu, meminta keadilan kepada Yang Maha Kuasa mengembalikan nyawa suaminya. Ia tidak membolehkan suaminya dikubur walau sudah dikafani dengan kain mori khusus mayat. Tanpa diduga, menjelang subuh, si jejaka itu, sang suami itu, bangun dari tidur tanpa nafasanya sejak jam 5 sore.

Kini, jejaka itu masih hidup. Istrinya justru yang telah mendahului wafat akhir 2012 silam. Sebelum meninggal, gadis yang sudah jadi nenek usia 73-an tersebut mendoakan kepada semua anak, menantu dan cucu agar hidupnya sejahtera, bahagia, nyaman, damai, penuh iman, dan dihormati di masyarakat dan Tuhan. Ia ingin agar pendertaan yang ia alami selama hidup bersama suami tidak akan dialami oleh anak-cucunya kelak.

Entah kebetulan atau tidak, sejak meninggalnya gadis yang sudah jadi nenek itu, semuanya anaknya mendapatkan jalan rejeki tanpa terduga. Dua bulan setelahnya, putri pertamanya kedatangan mantu. Putri kedua, mampu membangun rumah. Dan putri ketiga (terakhir yang hidup), membeli motor baru.

Sang gadis itu berkali-kali menggatakan kepada anak-cucuknya kalau hidupnya hampir tak pernah berkecukupan karena dijerumuskan oleh kyai kampungnya sendiri, sebelum menikah. Tanggal menikah yang diberikan bukan merupakan hari yang baik dijadikan akad pernikahan. Sang kyai marah atas dirinya karena tidak jadi menikah dengan si Gus, putra tunggal yang ia kagumi. Padahal sang kyai sangat mengharapkan ia jadi menantu.

Ternyata, iri, dengki, benci, telah memakan jalan hidup dan keberuntungan orang lain. Walau ia adalah murid (memberikan tanggal nikah yang keliru), tetangga (santet) atau saudara.

Kalau Anda percaya, ada baiknya meminta hari baik kepada orang yang tepat untuk melangsungkan akad nikah. Lebih lengkapnya bisa baca di sini.

[MasBad]    

Walaupun menikah adalah masalah tanggungjawab kedua mempelai, namun, bagi kebanyaka orang Jawa, memilih tanggal baik menikah tidak baik disepelekan. Hingga kini pun, fenomena pemilihan hari baik masih jadi trend utama bagi mereka yang akan melangsungkan akad nikah. Tak di desa, tidak pula di kota. Akad nikah hanya sekali seumur hidup (bagi yang tidak berkehendak poligami). Di sana ada sakralitas, kenangan hidup dan sejarah pasangan yang paling diingat.  

Bahkan, banyak kok yang meyakini pemilihan hari baik akan menentukan nasib rumah tangga di kemudian hari. Utamanya soal rejeki, keturunan dan martabat suami-istri di masa depan.

Saya punya cerita menarik. Seorang perempuan bercerita dirinya pernah disukai oleh anak seorang ulama’ atau kyai desa setempat. Ia tahu kalau putra sang kyai itu (Gus) mencintainya. Namun ia tidak pernah mendengar langsung bahwa anak kyainya itu mencintai dan bermaksud menikah. Artinya, dia belum pernah ditembak nyatakan cinta oleh si Gus itu.

Beberapa bulan kemudian, seorang laki-laki datang ke orangtua perempuan perawan itu untuk menyatakan minat dan ketertarikannya mempersunting sang gadis. Karena anak sang kyai itu tidak ada kejelasan, hanya rumor-rumor yang berkembang yang sampai ke telinganya, maka, si gadis dengan tanpa beban menerima pinangan jejaka itu.

Kini, tinggal penentuan hari nikah. Si gadis datang sowan (silturrahim) ke kyai yang jadi guru di kampungnya itu untuk meminta pertimbangan, nasihat baik dan sekaligus meminta hari baik.

Pernikahan sudah dilakukan. Kini, si gadis dan jejeka itu jadi sepasang suami-istri. Tetapi, sejak saat itu, hidupnya seperti berubah total. Usaha orangtua si gadis bangkrut. Segala jenis usaha yang dilakuakn oleh suami, gagal terus sebelum mencapai puncak. Mereka baru memiliki rumah reot setelah anak pertamanya berusia belasan tahun.

Hingga memiliki menantu, mereka tidak punya papan tidur yang layak kecuali hanya sebuah kasur yang digunakan tidur tiga orang anaknya setiap hari. Beruntung sang menantu sabar mau tidur bersama istri, mertua, dan dua iparnya dalam satu kasur tipis, yang kala hujan, genteng rumah berserakan, air menggenangi sisi-sisi kasur, yang hanya bisa ditahan dengan plastik yang biasa digunakan bertani ke sawah, lalu tidur.

Karena kemiskinan yang menjerat, putra terakhir dari pasangan gadis dan jejaka itu meninggal sia-sia akibat penyakit yang tak mampu diobati. Tetangganya kala itu taka da yang mau berbaik hati memberikan pinjaman untuk berobat. Tiga hari panas tinggi, tak berhasil diobati. Si kecil tak kuat bertahan hingga menghembuskan nafas terakhir.

Jejaka itu, sekitar 10 tahun lalu, pernah meninggal semalam. Kata orang-orang, ia ditenung-santet oleh tetangga yang masih saudaranya sendiri. Padahal salama hidup ia tak pernah memiliki pengaruh, karir dan kekayaan melimpah yang layak dihasud-sirik orang lain. Si gadis yang sudah punya menantu mengetahui siapa yang melakukan perbuatan jahat atas suaminya tersebut.

Ia tidak ikhlash atas kekeprgian suaminya walau sudah enam tahun sakit terus-menerus tanpa diketahui gejala pastinya. Ia disantet karena salah sasaran, kata orang yang jahat itu kepada istrinya langsung, ketika sudah akan dikuburkan. Maafnya tidak diterima. Sang istri, gadis itu, meminta keadilan kepada Yang Maha Kuasa mengembalikan nyawa suaminya. Ia tidak membolehkan suaminya dikubur walau sudah dikafani dengan kain mori khusus mayat. Tanpa diduga, menjelang subuh, si jejaka itu, sang suami itu, bangun dari tidur tanpa nafasanya sejak jam 5 sore.

Kini, jejaka itu masih hidup. Istrinya justru yang telah mendahului wafat akhir 2012 silam. Sebelum meninggal, gadis yang sudah jadi nenek usia 73-an tersebut mendoakan kepada semua anak, menantu dan cucu agar hidupnya sejahtera, bahagia, nyaman, damai, penuh iman, dan dihormati di masyarakat dan Tuhan. Ia ingin agar pendertaan yang ia alami selama hidup bersama suami tidak akan dialami oleh anak-cucunya kelak.

Entah kebetulan atau tidak, sejak meninggalnya gadis yang sudah jadi nenek itu, semuanya anaknya mendapatkan jalan rejeki tanpa terduga. Dua bulan setelahnya, putri pertamanya kedatangan mantu. Putri kedua, mampu membangun rumah. Dan putri ketiga (terakhir yang hidup), membeli motor baru.

Sang gadis itu berkali-kali menggatakan kepada anak-cucuknya kalau hidupnya hampir tak pernah berkecukupan karena dijerumuskan oleh kyai kampungnya sendiri, sebelum menikah. Tanggal menikah yang diberikan bukan merupakan hari yang baik dijadikan akad pernikahan. Sang kyai marah atas dirinya karena tidak jadi menikah dengan si Gus, putra tunggal yang ia kagumi. Padahal sang kyai sangat mengharapkan ia jadi menantu.

Ternyata, iri, dengki, benci, telah memakan jalan hidup dan keberuntungan orang lain. Walau ia adalah murid (memberikan tanggal nikah yang keliru), tetangga (santet) atau saudara.

Kalau Anda percaya, ada baiknya meminta hari baik kepada orang yang tepat untuk melangsungkan akad nikah. Lebih lengkapnya bisa baca di sini.

[MasBad]    


Banyak orang mengatakan, kala orang sudah menikah, saat itulah ia tidak lagi berkembang hidupnya. Artinya, dia sudah tidak menjadi apa-apa selain apa yang ia miliki ketika menikah. Gejala atas persepesi tersebut mudah sekali dibaca dalam praktik masyarakat kita. Terutama dari pihak perempuan yang akan menikah. Orang tuanya kadang baru mengijinkan anaknya diserahkan kepada calon suami, untuk dinikahi, setelah selesai studi, dapat kerja, atau menunggu si laki-laki mapan terlebih dulu.

Ini biasanya yang menjadikan seorang laki-laki menunda menikah hingga bertahun-tahun, walau pacaran sudah dilalui sekian tahun. Ya, mereka ragu melangkah menikah karena risiko-risiko yang rasional. Salahkah? Tidak. Setiap kita membutuhkan perencanaan hidup beserta kepastiannya. Namun, apa yang pasti dalam hidup kita kecuali mati?

Di bawah ini, saya mengulas beberapa hal yang menjadikan orang beruntung karena menikah secara ikhlas.  

Pertama, bagi saya, menikah itu justru memberikan jalan rejeki yang, bahkan kita sendiri, tidak bisa memprediksi dari mana jalannya. Banyak pasangan terbukti jadi kaya raya, sukses dalam hidup dan karir justru setelah ia menikah. Rasionalitasnya gampang. Menikah adalah menyatunya dua akal suami dan istri. Ketika masih membujang, kita hanya punya satu pemikiran saja dalam memutuskan banyak hal. Risikonya juga diitanggung oleh kita sendiri. Tapi, kala menikah, masalah yang ada, tentu akan dihadapi bersama: suami dan istri.

Ini mengingatkan saya pada Wright bersaudara, pencipta kapal terbang pertama. Seorang ilmuan mengatakan penemuan pesawat terbang yang dulunya dianggap mustahil, jadi nyata karena dikerjakan oleh dua otak manusia yang saling bekerjasama.

Dalam hubungan suami istri pun, saya pikir demikian. Hal yang dulunya tidak bisa dikerjakan dewekan (personal), kini bisa dikerjakan secara bersama, dalam suka maupun duka. Bukti konkrit yang bisa saya haturkan kepada Anda adalah anak. Hehe. Anak adalah hasil produksi cinta kasih antara suami dan istri, yang tidak mungkin terjadi tanpa ada ikatan pernikah (saya tidak sedang membicarakan LKMD [Lamar Kari, Meteng Disik/ Lamar Belakangan, Hamil Duluan]).

Kedua, karena menikah, banyak orang dimudahkan jalannya. Terutama soal rejeki. Di banyak kesempatan, saya sering menjumpai seorang suami, yang ketika perjaka, dia tak punya apa-apa, namun setelah menikah ia mudah sekali mendapatkan sumber rejeki. Adakalanya jalan itu datang dari mertua, ada kalanya datang dari istri.

Mendapatkan mertua kaya yang baik hatinya, itu anugerah. Anda sebagai menantu tentu akan dibimibing untuk berbisnis sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Tanpa menikah, apa Anda akan dibantu secara suka rela? Bahkan, di tempat saya tinggal, ada mertua yang rela menggadaikan hektar tanahnya bernilai 6 Milyar untuk menantunya yang mulai berbisnis. Wow. Artinya, mertua ternyata bisa jadi sahabat baik “mengutang tanpa agunan”. Hehe

Istri juga bisa jadi sumber lahirnya rejeki, bagitu juga sebaliknya, suami. Praktiknya begini: ada seorang laki-laki yang tidak pernah berbisnis sama sekali. Ia nol soal bisnis. Tapi istrinya kebetulan seorang yang pandai berhitung soal keuntungan dan kesempatan bisnis, walau belum pernah berbisnis. Istri jadi komandan, suami jadi prajurit. Soal rejeki. Pemikiran awal datang dari istri, sementara eksekusi lapangan, diambil suami. Ini banyak terjadi.

Saya punya teman laki-laki. Ia tidak pandai bernisnis. Kata orang, ia kurang cocok menekuni dunia bisnis. Cocoknya guru. Namun istrinya luwes sekali bergaul dengan orang. Mulailah ia jualan kayu gelondongan. Pelanggannya banyak. Suami hanya berperan jaga toko kayu. Istrinya berperan sebagai kalkulator bisnis dan marketing utama. Apa yang terjadi, kini si laki-laki yang dulu tak punya apa-apa, miskin, bisa membiayai orang tua naik haji tiga kali berkat usaha gono-gini (Jawa: Patunggaeng). 

Cepatlah menikah agar jadi kaya!

[MasBad]


Banyak orang mengatakan, kala orang sudah menikah, saat itulah ia tidak lagi berkembang hidupnya. Artinya, dia sudah tidak menjadi apa-apa selain apa yang ia miliki ketika menikah. Gejala atas persepesi tersebut mudah sekali dibaca dalam praktik masyarakat kita. Terutama dari pihak perempuan yang akan menikah. Orang tuanya kadang baru mengijinkan anaknya diserahkan kepada calon suami, untuk dinikahi, setelah selesai studi, dapat kerja, atau menunggu si laki-laki mapan terlebih dulu.

Ini biasanya yang menjadikan seorang laki-laki menunda menikah hingga bertahun-tahun, walau pacaran sudah dilalui sekian tahun. Ya, mereka ragu melangkah menikah karena risiko-risiko yang rasional. Salahkah? Tidak. Setiap kita membutuhkan perencanaan hidup beserta kepastiannya. Namun, apa yang pasti dalam hidup kita kecuali mati?

Di bawah ini, saya mengulas beberapa hal yang menjadikan orang beruntung karena menikah secara ikhlas.  

Pertama, bagi saya, menikah itu justru memberikan jalan rejeki yang, bahkan kita sendiri, tidak bisa memprediksi dari mana jalannya. Banyak pasangan terbukti jadi kaya raya, sukses dalam hidup dan karir justru setelah ia menikah. Rasionalitasnya gampang. Menikah adalah menyatunya dua akal suami dan istri. Ketika masih membujang, kita hanya punya satu pemikiran saja dalam memutuskan banyak hal. Risikonya juga diitanggung oleh kita sendiri. Tapi, kala menikah, masalah yang ada, tentu akan dihadapi bersama: suami dan istri.

Ini mengingatkan saya pada Wright bersaudara, pencipta kapal terbang pertama. Seorang ilmuan mengatakan penemuan pesawat terbang yang dulunya dianggap mustahil, jadi nyata karena dikerjakan oleh dua otak manusia yang saling bekerjasama.

Dalam hubungan suami istri pun, saya pikir demikian. Hal yang dulunya tidak bisa dikerjakan dewekan (personal), kini bisa dikerjakan secara bersama, dalam suka maupun duka. Bukti konkrit yang bisa saya haturkan kepada Anda adalah anak. Hehe. Anak adalah hasil produksi cinta kasih antara suami dan istri, yang tidak mungkin terjadi tanpa ada ikatan pernikah (saya tidak sedang membicarakan LKMD [Lamar Kari, Meteng Disik/ Lamar Belakangan, Hamil Duluan]).

Kedua, karena menikah, banyak orang dimudahkan jalannya. Terutama soal rejeki. Di banyak kesempatan, saya sering menjumpai seorang suami, yang ketika perjaka, dia tak punya apa-apa, namun setelah menikah ia mudah sekali mendapatkan sumber rejeki. Adakalanya jalan itu datang dari mertua, ada kalanya datang dari istri.

Mendapatkan mertua kaya yang baik hatinya, itu anugerah. Anda sebagai menantu tentu akan dibimibing untuk berbisnis sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Tanpa menikah, apa Anda akan dibantu secara suka rela? Bahkan, di tempat saya tinggal, ada mertua yang rela menggadaikan hektar tanahnya bernilai 6 Milyar untuk menantunya yang mulai berbisnis. Wow. Artinya, mertua ternyata bisa jadi sahabat baik “mengutang tanpa agunan”. Hehe

Istri juga bisa jadi sumber lahirnya rejeki, bagitu juga sebaliknya, suami. Praktiknya begini: ada seorang laki-laki yang tidak pernah berbisnis sama sekali. Ia nol soal bisnis. Tapi istrinya kebetulan seorang yang pandai berhitung soal keuntungan dan kesempatan bisnis, walau belum pernah berbisnis. Istri jadi komandan, suami jadi prajurit. Soal rejeki. Pemikiran awal datang dari istri, sementara eksekusi lapangan, diambil suami. Ini banyak terjadi.

Saya punya teman laki-laki. Ia tidak pandai bernisnis. Kata orang, ia kurang cocok menekuni dunia bisnis. Cocoknya guru. Namun istrinya luwes sekali bergaul dengan orang. Mulailah ia jualan kayu gelondongan. Pelanggannya banyak. Suami hanya berperan jaga toko kayu. Istrinya berperan sebagai kalkulator bisnis dan marketing utama. Apa yang terjadi, kini si laki-laki yang dulu tak punya apa-apa, miskin, bisa membiayai orang tua naik haji tiga kali berkat usaha gono-gini (Jawa: Patunggaeng). 

Cepatlah menikah agar jadi kaya!

[MasBad]


Beberapa kali saya mengantarkan sadara, teman atau bahkan orang yang beru saya kenal, ke kyai atau ustadz atau psikolog, yang jodohnya terlalu jauh. Biasanya, yang saya antar untuk ikhtiyar menemu jodoh adalah mereka yang sudah menginjak usia kepala empat. Minimal kepala tiga.

Ada yang dalam waktu dekat berhasil menemu jodoh. Ada juga yang begitu lama. Dan ada juga yang tidak berhasil hingga ia menginjak usia 50 tahun ke atas. Rata-rata yang saya antar itu sulit jodoh karena faktor lain di luar paras wajah. Mental biasanya yang menjadi sebab masalah utama.

Pertama, kurang percaya diri. Mereka terlalu lama membujang-perawan karena merasa dirinya belum pantas membina rumah tangga. Bagi mereka yang aura kelelakian atau keperempuannya kurang, ini bisa menyebabkan dia enggan berkomunikasi dengan lain jenis. Minder dan serba takut. Ada yang minder karena kurang pede bisa memberikan nafkah. Ada juga yang minder karena kurang pede bisa melayani pasangan dengan baik.

Kedua, kesibukan kerja. Rutinitas kerja sehari-hari membuat ia ogah dipersulit oleh tanggungjawab dan kewajiban yang harus dilakukan dalam hubungan rumah tangga. Saya punya teman bergelar doktor. Soal cinta, ia sebetulnya sangat mudah mendapatkan. Tapi karena kesibukan mengajar di pelbagai kampus, ia jadi ogah direpotkan urusan rumah tangga. Dia menyatakan soal kebutuhan biologis: menyantap lezatnya sate tidak harus membeli kambingnya, bukan? Anda tahu maksudnya?    

Ketiga, trauma masa lalu. Ada juga ternyata orang yang menunda menikah atau bahkan tidak mau menikah karena trauma yang pernah dia alami. Saya punya seorang teman cewek yang tidak tertarik menjalin hubungan serius dengan laki-laki karena di matanya, lelaki adalah potret ayahnya yang suka memarahi ibunya, dari kecil hingga kuliah. Ia mengatakan kepada saya minatnya untuk berhubungan seks tapi tidak mau berumah tangga. Hmmm…

Keempat, dihalangi kriteria. Saya punya guru agama berusia 42 tahun. Pintar sekali mengajar soal fiqih nikah. Namun, hingga saya menulis postingan ini, beliau belum menikah. Padahal murid-murinya sudah ada yang punya 3 anak. Katanya, ia menunda nikah sebelum menemukan yang sreg sesuai kriteria: cantik, hafal al-Qur’an, ahli agama, putra kyai besar, kaya raya, kreatif bisnis.
Kelima, diganggu secara mistis. Saya punya teman bercerita soal tetangganya yang jauh jodoh. Perempuan. Cantik. Katanya, ia harusnya sudah menikah sejak usia 20-an. Namun karena ia pernah menolak laki-laki yang bermaksud meminangnya, ia ditenung karena sakit hati. Konon, jodohnya dibunuh-gantung secara mistis di sebuah gunung. Akibatnya, ketika ada laki-laki yang datang ke orangtuanya untuk meminang, selalu tak berlanjut ke jenjang pernikahan. Kabarnya, setiap mereka yang datang bermaksud melamar, selalu melihat wajahnya jadi jelek seperti nenek tua. Aneh. Tapi nyata. Kini, dia sudah menikah dengan laki-laki yang mengganggunya, menggantung jodoh awalnya. Dengan terpaksa. Jangan meniru yaw….

Ini saran saya kepada Anda yang ingin cepat menikah:
  1. Jangan malu minta teman carikan pasangan yang berkarakter baik. Kalau tidak, daftarkan diri Anda ke orang-orang yang memiliki stok jodoh bahwa Anda siap menikah dengan pria yang bertanggungjawab. Biasanya banyak kyai atau orang sepuh dituakan yang memiliki peran ini. 
  2. Gunakan minyak melati sebagai parfum harian. Secara lahiriyah, menggunakan minyak berbau bunga melati akan membuat pemakainya jadi harum dan wangi. Secara mistis, minyak jenis ini tidak disukai oleh makhluk bernama jin jejaka. Orang Jawa menyebutnya Kebo Kemali. Kalau ada seorang gadis disukai makhluk tak tampak ini, biasanya ia sulit bertemu jodoh. Kata mbah saya begitu. Dengan berparfum melati, artinya Anda sedang membangun pertahanan diri seakan Anda sudah jadi seorang pengantin. Ada suami yang melindungi. Melati adalah minyak wangi yang biasa digunakan oleh pengantin wanita di panggung pajangan akad nikah sana. 
  3. Mandi sebelum fajar tiba, usahakan shalat Tahajud setelahnya. Wajah jadi cerah kalau Anda biasa bangun pagi sebelum shubuh dan mandi. Buktikan saja. Ahli shalat malam wajahnya biasanya terlihat cerah bersinar. Ini akan membantu mempercepat jodoh. Ingat, awal mula suka, dimulai dari tatap muka. Cerahkan wajah Anda dengan mandi menjelang fajar dan tahajjudan.
  4. Jangan tidur sore hari (ba’da Ashar). Tidur sore mengakibatkan tubuh lemah. Wajah mudah tampak tua. Kalau begini, apa ada yang mau dengan Anda. Menurut keterangan dari kyai saya, tidur sore selama 40 hari penuh, bisa mengakibatkan kegilaan atau lemah daya ingat. Menurut keterangan orang tua Jawa, tidur sore itu tindakan yang disukai Kebo Kemali. Ketika ada perawan atau jejaka yang suka tidur sore, ia mudah diganggu. Karena waktu surup (sore menjelang malam/ petang) adalah waktu dimulainya kerja makhluk Allah SWT yang tak tampak untuk mengganggu manusia yang lalai.
  5. Berdoa cepat mendapatkan jodoh. Untuk yang ini saya tidak bisa men-share kepada pembaca kecuali dengan mengontak saya langsung. Mengapa? Doa yang saya punya ini adalah ijazah (doa yang bersambung) hingga ke Rasul. Untuk mendapatkannya, ada syarat mahar yang harus ditebus. Minimal bisa untuk membeli mahar mas nikah umum, seperangkat alat shalat. Begitu yang saya lakukan sebelumnya dan perlu juga harus Anda lakukan bila menginginkan doa ini juga bersambung kepada Anda. Cara yang saya lakukan nantinya adalah mengucapkan akad ijab-qabul ijazah. Bisa dilakukan lewat telepon. Tapi ini hanya pilihan. Hanya salah satu jalan cepat (jalan tol) secara spiritual untuk mendapatkan jatah pasangan hidup dari Allah SWT. Anda tidak wajib mengikuti apa yang pernah saya lakukan sebelumnya untuk bertemu pasangan hidup. Insyaallah kalau diamalkan secara rutin, dalam jangka waktu tiga bulan lamanya, Anda akan diberikan jalan tak terduga seperti saya. Bertemu pasangan tanpa ternyana. Tapi saya jelas tidak bisa menggaransi Anda karena saya tidak bisa memantau. Sekali lagi, ini hanya ikhtiyar do’a. Kalau Anda berhasil, saya ikut senang. Kalau belum berhasil, coba introspeksi. La haula wa la quwwata illa billah.   
[MasBad]


Beberapa kali saya mengantarkan sadara, teman atau bahkan orang yang beru saya kenal, ke kyai atau ustadz atau psikolog, yang jodohnya terlalu jauh. Biasanya, yang saya antar untuk ikhtiyar menemu jodoh adalah mereka yang sudah menginjak usia kepala empat. Minimal kepala tiga.

Ada yang dalam waktu dekat berhasil menemu jodoh. Ada juga yang begitu lama. Dan ada juga yang tidak berhasil hingga ia menginjak usia 50 tahun ke atas. Rata-rata yang saya antar itu sulit jodoh karena faktor lain di luar paras wajah. Mental biasanya yang menjadi sebab masalah utama.

Pertama, kurang percaya diri. Mereka terlalu lama membujang-perawan karena merasa dirinya belum pantas membina rumah tangga. Bagi mereka yang aura kelelakian atau keperempuannya kurang, ini bisa menyebabkan dia enggan berkomunikasi dengan lain jenis. Minder dan serba takut. Ada yang minder karena kurang pede bisa memberikan nafkah. Ada juga yang minder karena kurang pede bisa melayani pasangan dengan baik.

Kedua, kesibukan kerja. Rutinitas kerja sehari-hari membuat ia ogah dipersulit oleh tanggungjawab dan kewajiban yang harus dilakukan dalam hubungan rumah tangga. Saya punya teman bergelar doktor. Soal cinta, ia sebetulnya sangat mudah mendapatkan. Tapi karena kesibukan mengajar di pelbagai kampus, ia jadi ogah direpotkan urusan rumah tangga. Dia menyatakan soal kebutuhan biologis: menyantap lezatnya sate tidak harus membeli kambingnya, bukan? Anda tahu maksudnya?    

Ketiga, trauma masa lalu. Ada juga ternyata orang yang menunda menikah atau bahkan tidak mau menikah karena trauma yang pernah dia alami. Saya punya seorang teman cewek yang tidak tertarik menjalin hubungan serius dengan laki-laki karena di matanya, lelaki adalah potret ayahnya yang suka memarahi ibunya, dari kecil hingga kuliah. Ia mengatakan kepada saya minatnya untuk berhubungan seks tapi tidak mau berumah tangga. Hmmm…

Keempat, dihalangi kriteria. Saya punya guru agama berusia 42 tahun. Pintar sekali mengajar soal fiqih nikah. Namun, hingga saya menulis postingan ini, beliau belum menikah. Padahal murid-murinya sudah ada yang punya 3 anak. Katanya, ia menunda nikah sebelum menemukan yang sreg sesuai kriteria: cantik, hafal al-Qur’an, ahli agama, putra kyai besar, kaya raya, kreatif bisnis.
Kelima, diganggu secara mistis. Saya punya teman bercerita soal tetangganya yang jauh jodoh. Perempuan. Cantik. Katanya, ia harusnya sudah menikah sejak usia 20-an. Namun karena ia pernah menolak laki-laki yang bermaksud meminangnya, ia ditenung karena sakit hati. Konon, jodohnya dibunuh-gantung secara mistis di sebuah gunung. Akibatnya, ketika ada laki-laki yang datang ke orangtuanya untuk meminang, selalu tak berlanjut ke jenjang pernikahan. Kabarnya, setiap mereka yang datang bermaksud melamar, selalu melihat wajahnya jadi jelek seperti nenek tua. Aneh. Tapi nyata. Kini, dia sudah menikah dengan laki-laki yang mengganggunya, menggantung jodoh awalnya. Dengan terpaksa. Jangan meniru yaw….

Ini saran saya kepada Anda yang ingin cepat menikah:
  1. Jangan malu minta teman carikan pasangan yang berkarakter baik. Kalau tidak, daftarkan diri Anda ke orang-orang yang memiliki stok jodoh bahwa Anda siap menikah dengan pria yang bertanggungjawab. Biasanya banyak kyai atau orang sepuh dituakan yang memiliki peran ini. 
  2. Gunakan minyak melati sebagai parfum harian. Secara lahiriyah, menggunakan minyak berbau bunga melati akan membuat pemakainya jadi harum dan wangi. Secara mistis, minyak jenis ini tidak disukai oleh makhluk bernama jin jejaka. Orang Jawa menyebutnya Kebo Kemali. Kalau ada seorang gadis disukai makhluk tak tampak ini, biasanya ia sulit bertemu jodoh. Kata mbah saya begitu. Dengan berparfum melati, artinya Anda sedang membangun pertahanan diri seakan Anda sudah jadi seorang pengantin. Ada suami yang melindungi. Melati adalah minyak wangi yang biasa digunakan oleh pengantin wanita di panggung pajangan akad nikah sana. 
  3. Mandi sebelum fajar tiba, usahakan shalat Tahajud setelahnya. Wajah jadi cerah kalau Anda biasa bangun pagi sebelum shubuh dan mandi. Buktikan saja. Ahli shalat malam wajahnya biasanya terlihat cerah bersinar. Ini akan membantu mempercepat jodoh. Ingat, awal mula suka, dimulai dari tatap muka. Cerahkan wajah Anda dengan mandi menjelang fajar dan tahajjudan.
  4. Jangan tidur sore hari (ba’da Ashar). Tidur sore mengakibatkan tubuh lemah. Wajah mudah tampak tua. Kalau begini, apa ada yang mau dengan Anda. Menurut keterangan dari kyai saya, tidur sore selama 40 hari penuh, bisa mengakibatkan kegilaan atau lemah daya ingat. Menurut keterangan orang tua Jawa, tidur sore itu tindakan yang disukai Kebo Kemali. Ketika ada perawan atau jejaka yang suka tidur sore, ia mudah diganggu. Karena waktu surup (sore menjelang malam/ petang) adalah waktu dimulainya kerja makhluk Allah SWT yang tak tampak untuk mengganggu manusia yang lalai.
  5. Berdoa cepat mendapatkan jodoh. Untuk yang ini saya tidak bisa men-share kepada pembaca kecuali dengan mengontak saya langsung. Mengapa? Doa yang saya punya ini adalah ijazah (doa yang bersambung) hingga ke Rasul. Untuk mendapatkannya, ada syarat mahar yang harus ditebus. Minimal bisa untuk membeli mahar mas nikah umum, seperangkat alat shalat. Begitu yang saya lakukan sebelumnya dan perlu juga harus Anda lakukan bila menginginkan doa ini juga bersambung kepada Anda. Cara yang saya lakukan nantinya adalah mengucapkan akad ijab-qabul ijazah. Bisa dilakukan lewat telepon. Tapi ini hanya pilihan. Hanya salah satu jalan cepat (jalan tol) secara spiritual untuk mendapatkan jatah pasangan hidup dari Allah SWT. Anda tidak wajib mengikuti apa yang pernah saya lakukan sebelumnya untuk bertemu pasangan hidup. Insyaallah kalau diamalkan secara rutin, dalam jangka waktu tiga bulan lamanya, Anda akan diberikan jalan tak terduga seperti saya. Bertemu pasangan tanpa ternyana. Tapi saya jelas tidak bisa menggaransi Anda karena saya tidak bisa memantau. Sekali lagi, ini hanya ikhtiyar do’a. Kalau Anda berhasil, saya ikut senang. Kalau belum berhasil, coba introspeksi. La haula wa la quwwata illa billah.   
[MasBad]


Apakah Anda sering mendapat kabar seorang anak yang akhlaq-nya jauh berbeda dari orang tuanya? Orangtuanya ahli ibadah, dermawan kepada orang lain, sementara anaknya jadi benalu keluarga dan masyarakat.
Di bawah ini adalah sebuah do’a yang saya dapatkan dari mertua, untuk saya share secara luas. Kata mertua, itu adalah amalan warisan berbahasa Jawa dari keturunan Sunan Kalijaga. Silakan Anda catat sebagai salah satu ikhtiyar mulang (mengajar) jabang bayi (calon  anak) sejak dari kandungan.   

Bismillahirrahmanirrahim…
Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Allahumma Shalli Ala Sayyidina Muhammad

Hai si jabang bayi, pumo-pumo Siro!
Ojo durhoko marang Allah lan siro ojo durhoko marang utusane Allah lan siro ojo durhoko marang bopo biyung iro….lan siro ojo durhoko marang guru-guru niro, lan siro ojo durhoko marang sedulur Islam kabeh….

Hai si jabang bayi, pumo-pumo siro ojo sugeh lelewo, siro ojo sugeh ngguyu, siro ojo sugeh tangis

Hai si jabang bayi, siro iling-ilingo pameling ingsung, yen ileng ojo siro lali-lali.

Setelah itu, bacalah Surat al-Fatihah sekali dan tiuplah pusar istri Anda yang sedang hamil. Tiga kali tiupan.   

[MasBad]


Apakah Anda sering mendapat kabar seorang anak yang akhlaq-nya jauh berbeda dari orang tuanya? Orangtuanya ahli ibadah, dermawan kepada orang lain, sementara anaknya jadi benalu keluarga dan masyarakat.
Di bawah ini adalah sebuah do’a yang saya dapatkan dari mertua, untuk saya share secara luas. Kata mertua, itu adalah amalan warisan berbahasa Jawa dari keturunan Sunan Kalijaga. Silakan Anda catat sebagai salah satu ikhtiyar mulang (mengajar) jabang bayi (calon  anak) sejak dari kandungan.   

Bismillahirrahmanirrahim…
Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Allahumma Shalli Ala Sayyidina Muhammad

Hai si jabang bayi, pumo-pumo Siro!
Ojo durhoko marang Allah lan siro ojo durhoko marang utusane Allah lan siro ojo durhoko marang bopo biyung iro….lan siro ojo durhoko marang guru-guru niro, lan siro ojo durhoko marang sedulur Islam kabeh….

Hai si jabang bayi, pumo-pumo siro ojo sugeh lelewo, siro ojo sugeh ngguyu, siro ojo sugeh tangis

Hai si jabang bayi, siro iling-ilingo pameling ingsung, yen ileng ojo siro lali-lali.

Setelah itu, bacalah Surat al-Fatihah sekali dan tiuplah pusar istri Anda yang sedang hamil. Tiga kali tiupan.   

[MasBad]